Namaku Agus, seorang freelancer desain grafis. Sebenarnya saya tidak ingin membahas hal ini lagi karena sudah diklarifikasi dengan orang yang bersangkutan. Namun, karena sepertinya ada yang tidak terima, saya terpaksa menulisnya di sini sebagai kenang-kenangan bahwa saya pernah diperlakukan seperti ini oleh sanak keluarga istri saya.
Setelah menikah, ada salah satu keluarga istri saya yang suka mengganggu kehidupan saya (sebut saja Titin). Dia sering mencela saya di sana-sini, mengadu ke mertua saya, bahkan ke orang tua saya sendiri. Walau hanya masalah sepele, dia selalu mencari alasan untuk mengganggu. Dia juga sering mengadu ke teman-teman saya bahwa dia tidak suka saya diam di rumah saja seperti tidak bekerja dan meragukan pekerjaan saya.
Padahal saat itu saya sudah mulai membangun jasa desain saya dengan nama Instanesia.
Kejadian Tidak Sopan Keluarga Jauh Tetangga
Suatu hari, ada kejadian yang membuat saya sangat kesal. Keluarga ibu Titin yang tinggal jauh datang dan membawa kendaraan. Mereka parkir di pekarangan mertua tanpa izin. Saat itu saya masih tinggal bersama mertua (sekarang sudah ngontrak karena difitnah terus sampai istri saya keguguran).
Kelompok ini dengan sombongnya masuk pekarangan tanpa izin. Bahkan lebih sombongnya lagi, mereka menginjak lantai yang sedang dibersihkan oleh istri saya dengan santai.
Istri saya saat itu marah sekali dan mengomel kepada saya. Saya yang hanya menantu di situ bingung mau berbuat apa. Mau protes takut salah, jadi diam saja dan hanya bisa menenangkan istri saya.
Mereka datang parkir sekitar jam 8-9 pagi, sampai jam 11 belum juga ada tanda-tanda mobil akan dipindahkan. Padahal posisinya sangat menghalangi rumah mertua.
Kebetulan pukul 11 saya selesai kerja mendesain dan mau keluar beli makanan. Tapi karena rumah tertutup penuh oleh kelompok sombong ini, ya terpaksa saya paksa keluar sambil menggeber motor keras-keras. Otomatis ibu Titin yang menjadi tuan rumah merasa tersinggung dan tidak terima.
Ibu Titin ini tidak terima saya menggeber motor dan mulai bergunjing ke sana-sini sampai ke mertua saya sendiri. Istri saya yang tidak terima saya dicela, refleks membuat status untuk klarifikasi di WhatsApp-nya. Yang punya kontak hanya beberapa orang saja, ya dibaca juga oleh orang-orang itu.
Ribut Status Whatsapp
Besoknya mertua saya datang ke saya dengan marah dan menangis menuduh saya membuat status menjelek-jelekkan ibu Titin ini. Lalu saya tanya statusnya isinya apa? Dia bilang begini dan begitu. Saya tanya ke istri saya. Kamu tulis status apa? Dia jelaskan sambil menangis. Mertua saya sambil menangis masih menuduh saya. Ternyata status istri saya dibaca oleh anaknya ibu Titin ini dan akhirnya dia ngadu ke ibunya.
Saya merasa sangat tersinggung karena dituduh melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak pernah saya lakukan. saya terpaksa melawan mertua saya. Saya jelaskan bahwa saya tidak pernah menulis status itu. Dari dulu juga semua media sosial saya hanya khusus untuk kerjaan. Saya bahkan menantang mereka untuk pergi ke polisi atau mengambil sumpah pocong jika memang saya telah membuat status yang mereka tuduhkan. Dalam momen tersebut, mertua saya hanya bisa terdiam, dan dia menjelaskan bahwa keluarga yang bersangkutan telah mengadu kepada dia tentang insiden tersebut.
Saya bersabar menghadapi kejadian itu dan tidak mau memperpanjang masalah karena kebetulan lagi banyak proyek desain. Namun, ada kejadian lain yang membuat saya kesal. Saya sedang membersihkan pekarangan rumah karena disuruh oleh istri dan mertua. Ini karena sering dilempari sampah oleh tetangga.
Saat saya sedang membersihkan, ibu Titin yang dulu bermasalah dengan saya tidak terima pekarangan mertua saya dibersihkan dan menuduh saya mau menutup akses jalan ke rumahnya. Saya langsung minta mertua dan istri untuk menjelaskan, karena saya hanya menantu yang tidak tahu apa-apa dan tidak mau tahu.
Setelah mendapat izin, saya lanjut lagi membersihkan. Sampai keesokan harinya, suami ibu Titin mendatangi saya dan menanyakan dengan nada tinggi apakah saya mau memberi mereka jalan atau tidak.
Saya bingung dalam hati, apa istrinya tidak memberitahu dia atau bagaimana? Tapi saya tidak terbawa emosi, saya malah menanyakan dengan baik dan menyuruh dia duduk dulu untuk berbicara. Tapi dia malah langsung pergi. Setelah itu semua orang seperti membenci saya, termasuk semua keluarga dari istri saya.
Saya yang tidak suka diperlakukan jahat oleh orang lain, berinisiatif untuk merundingkan permasalahan ini dengan suami ibu Titin. Saya berunding dengan suami ibu Titin bersama salah satu adiknya sebagai penengah dan keluarga istri saya. Sebenarnya suami ibu Titin itu masih satu keluarga dengan istri saya atau lebih tepatnya paman istri saya.
Menuduh Tanpa Bukti
Dalam rundingan itu, si Paman tidak terima perlakuan saya yang seperti ini dan itu. Saya pun dengan jelas menjelaskan semuanya, dan malah beralih ke masalah lain yaitu masalah istri saya yang membuat status dulu dan dianggapnya menjelek-jelekkan istrinya. Saya pun menjelaskan semuanya. Dia malah bersikeras menuduh saya yang membuat status dan tidak terima hal itu dan akhirnya saya terpaksa menantang dia untuk mengurus masalahnya di kepolisian kalau memang saya salah.
Dia bicara tidak mau dan katanya tidak sanggup. Saya heran, kalau memang merasa benar kenapa tidak sanggup? Pasti saya yang salah kan? Kecuali memang saya yang benar. Dan akhirnya hasil rundingan kita saling memaafkan dan yang penting saya sudah klarifikasi dengan jelas. Masalah dimaafkan atau tidak itu urusan dia sendiri, toh dari awal saya tidak pernah membuat masalah dengan keluarga beliau. Justru dari awal menikah ibu Titin yang suka membuat gaduh dan masalah dengan saya.
0 Komentar